Kamis, 05 Februari 2009

SEJARAH KERAJAAN BOLMONG

Bolaang Mongondow (BM),1 adalah Daerah yang terletak di utara pulau Sulawesi memanjang dari barat ke timur dan diapit oleh dua kabupaten lainnya, yaitu Gorontalo Utara dan Minahasa. Secara geografis daerah ini terletak antara 100,30" LU dan 0020" serta antara 16024'0" BT dan 17054'0" BT. Sebelah utara dibatasi laut sulawesi, selatan dengan teluk Tomini, Timur Kabupaten Minahasa dan Barat dengan Provinsi Gorontalo. Kabupaten BM merupakan kabupaten dengan luas wilayah terbesar di Provinsi Sulawesi Utara yaitu mencapai 8.358,04 km2. Secara administratif Kabupaten BM terbagi dalam lima wilayah kabupaten/ kota, yakni Kabupaten BM Utara dengan Ibu Kota Buroko, Kabupaten BM Selatan dengan Ibu Kota Molibagu, Kabupaten BM Timur dengan Ibu kota Tutuyan, Kabupaten BM Induk dengan Ibu Kota Lolak dan Kota Kotamobagu dengan ibu kota kotamobagu.

Secara historis, BM adalah sebuah daerah (landschap) yang berdiri sendiri dan memerintah sendiri dan masih merupakan daerah tertutup sapai dengan akhir abad 19. Hubungan dengan luar (asing) hanyalah hubungan dagang yang diadakan melalui kontrak dengan raja-raja yang memerintah pada saat itu. Dengan masuknya pengaruh pemerintahan bangsa asing (Belanda) pada sekitar tahun 1901, maka secara administrasi daerah ini termasuk Onderafdeling Bolaang Mongondow yang didalamnya termasuk landschap Bintauna, Bolaang Uki, Kaidipang besar dari Afdeling Manado.2

Sejak abad ke 16, wilayah kabupaten BM telah berada dalam wilayah kekuasaan kerajaan. Beberapa kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah ini antara lain : kerajaan BM yang berkedudukan di Bolaang, dan empat kerajaan lainnya di wilayah Pantai Utara BM, yakni ; 1). kerajaan Bolaang Uki berkedudukan di Walugu, 2). kerajaan Bintauna dengan beberapa kali berpindah ibu kota, antara lain : Panayo, Minanga, dan Pimpi, 3). kerajaan Bolaang Itang yang berkedudukan di Bolaang Itang dan 4). kerajaan Kaidipang dengan Ibu kotanya Buroko. 3

Dari lima kerajaan yang berkuasa di wilayah BM, sebagaimana yang disebutkan diatas, kerajaan BM adalah kerajaan yang memiliki letak geografis yang lebih besar. Kerajaan lainnya seperti Kerajaan Bolaang Uki, kerajaan Bintauna, kerajaan Bolaang Itang dan kerajaan Kaidipang berada di bagian utara BM (sekarang BM Utara) memiliki luas geografis kurang lebih 1.843,92 km2,4 sedangkan kerajaan BM menguasai wilayah ; dari Timur, Selatan dan pusat/induk kabupaten BM memiliki luas wilayah kurang lebih 6.514, 12 km2. Itu artinya wilayah kekuasaan kerajaan BM kurang lebih tiga kali lipat wilayah kekuasaan ke-empat kerajaan di bagian Utara BM diatas.

Selanjutnya, kerajaan-kerajaan di wilayah Utara BM (kerajaan Bolaang Uki, Bintauna, Bolaang Itang dan Kaidipang) dari tahun 1872-1950, secara keseluruhan hanya memiliki enam orang Raja. Sedangkan kerajaan di wilayah BM yang eksis sejak 1670-1950 memiliki 19 orang Raja. Disamping itu, kerajaan BM yang menjadi fokus penelitian ini, telah berdaulat/berkuasa sejak 2 abad atau 200 tahun setelah kemudian jauh sebelumnya kerajaan-kerajaan wilayah Utara BM berdaulat/ berkuasa.

Sekitar abad 20, BM terdiri dari beberapa distrik, yaitu: Mongondow (Passi dan Lolayan), serta onder distrik Kotabunan, Bolaang dan Dumoga. Secara politik, Kerajaan BM berfungsi sebagai pelaksana pemerintahan pada semua wilayah Kerajaan. Fungsi sosial Kerajaan BM (1653-1693) pada awalnya dimaksudkan untuk menjalankan pemerintahan dimana raja memerintah secara otonom tanpa dipengaruhi atau diperintah oleh pemerintah manapun. Pada tahun 1694-1950 ketika Belanda masuk ke wilayah Bolaang Mongondow, Kerajaan BM tidak ada pilihan lain kecuali sebagai alat legitimasi imperialisme (dalam bentuk kontrak politik) dengan pemerintah Hindia Belanda. Dalam hal ini, yang menjadi masalah adalah belum ada penelitian yang ilmiah tentang bagaimana sistem pemerintahan dan struktur sosial yang ada di wilayah kerajaan BM sebelum dan sesudah masuknya pemerintah kolonial Belanda dalam melaksanakan interfensinya terhadap pemerintahan kerajaan.

Dengan masuknya Islam yang kemudian menjadi agama Kerajaan pada tahun 1880, maka seharusnya nilai-nilai spritual Islam secara bersamaan masuk dalam mekanisme pemerintahan dan sistem sosial Kerajaan BM. Sebagaimana hal ini juga terjadi pada beberapa kerajaan yang ada di Sekitarnya seperti Gorontalo dan Ternate. Belum diketahui penyebab sehingga agama Islam yang telah menjadi agama Raja dan rakyatnya kurang memberikan pengaruh terhadap sistem pemerintahan dan struktur sosial yang ada ketika itu.

Makanisme pelaksanaan Pemerintahan Kerajaan Bolaang Mongondow diatas sangat menarik untuk dikaji lebih dalam karena beberapa alasan. Antara lain adalah belum adanya penelitian ilmiah yang secara serius mengkaji masalah ini, disamping itu Kerajaan BM yang telah masuk Islam pada tahun 1880 namun tidak merubah bentuk Kerajaan-nya menjadi Sistem Kesultanan seperti yang terjadi pada Kerajaan yang ada di Yogyakarta, Ternate dan Gorontalo. Sistem politik yang dibangun dalam Kerajaan tentu saja akan memberikan pengaruh yang besar bagi tercapainya akselerasi budaya dan etika pemerintahan kearah yang lebih baik. Masuknya pengaruh agama adalah salah satu indikator maju dan berkembangnya nilai moralitas dalam pelaksaan pemerintahan Kerajaan

1 Sering juga disingkat “Bolmong”, Belanda menyebut “Bulan”, beberapa daerah disekitarnya menggunakan kata Bolmong untuk menyebut kabupaten Bolaang Mongondow. Selanjutnya dalam penelitian ini disingkat “BM”

2 Www. Bolmong. Com. Diakses pada tgl, 23 Januari 2009

3 A.T. Mokobombang, Napak Tilas Mengikuti Jiwa dan Jejak Merah Putih Kawasan Utara Propinsi Celebes, 1995, (belum diterbitkan)

4 Wilayah Bolaang Mongondow Utara hasil Pemekaran dari KabupatenBolaang Mongondow berdasarkan data Panitia Pemekaran Bolmong Utara tahun 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar